Pendidikan

Perpustakaan digital mampu memahami kebutuhan pemustaka

hd
Perpustakaan digital mampu memahami kebutuhan pemustaka
Foto Perpusnas.

Perkembangan dunia digital dan kemajuan teknologi secara tidak langsung telah merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia. Lahirnya era society 5.0 berdampak pada suatu industri dan juga membuat suatu tatanan sosial menjadi kompleks.

 

(Baca Juga : Sinergi Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Bersama BPBD Laksanakan Pelatihan Mitigasi Banjir dan Konseling Pasca Banjir)

Perpustakaan menjadi salah satunya yang terdampak. Melalui perpustakaan digital keberadaannya menjadi suatu solusi dari perkembangan informasi yang masif.

 

Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Deni Kurniadi pada Webinar Forum Perpustakaan Khusus Indonesia (FPKI) dengan tema "Membangun Ekosistem Digital di Lingkungan Perpustakaan Khusus," yang diselenggarakan secara daring belum lama ini.

 

"Di era society 5.0, perpustakaan digital mampu memahami kebutuhan pengguna atau pemustakanya sehingga mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkannya dengan relevan dan tepat sasaran," kata Deni dikutip dari perpusnas.go.id.

 

Deni menuturkan, Perpusnas bersama dengan Forum Perpustakaan Khusus Indonesia terus berusaha meningkatkan keberadaan perpustakaan khusus serta profesionalisma pustakawan dan pengelola teknisnya.

 

"Diharapkan seluruh perpustakaan dan pustakawan di Indonesia, dapat mengembangkan perpustakaan di era digital society 5.0 dan era industri 4.0 serta metaverse. Interaksi yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya secara virtual, dalam hal ini antara pustakawan dan pemustaka," tuturnya.

 

Sependapat, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM (Balitbang) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Hary Budiarto menyampaikan pustakawan maupun pengelola perpustakaan harus dapat menyikapi perkembangan teknologi saat ini.

 

Dalam membangun ekosistem digital, lanjut Hary, sebagai pengelola perpustakaan harus dapat menyesuaikan dengan menyediakan berbagai keinginan masyarakat. Jika tidak, perpustakaan akan ditinggal oleh penggunanya.

 

"Berdasarkan data di Februari 2022, masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya selama 8 jam untuk mencari informasi. Lantas bagaimana perpustakaan dapat masuk didalamnya agar mereka tidak terjebak dalam berita hoax, ujaran kebencian, maupun penipuan online," ungkap Hary.

 

Hary mencontohkan pemanfaatan teknologi digital untuk perpustakaan, diantaranya penyediaan perangkat komputer untuk mengakses buku-buku digital, display touch screen, perpustakaan digital melalui mobile apps, website, dan podcast bedah buku untuk memberikan informasi tentang buku terbaru.

 

"Seperti halnya perpustakaan khusus di Kominfo telah memiliki perpustakaan digital Ruang Buku Kominfo, yang berisi buku-buku mengenai komunikasi, ICT dan informatika," imbuhnya.

 

Sementara itu, Pustakawan Ahli Madya Kementerian Pertanian (Kementan) Riko Bintari, mengatakan teknologi yang berevolusi sangat cepat membuat Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) pun menyesuaikan untuk melakukan perubahan menjadi smart library.

 

"Perpustakaan Kementan ini sudah ada sejak tahun 1842. Maka kami terus berinovasi dan berevolusi untuk lebih maju sehingga informasi pertanian dapat digunakan untuk seluruh masyarakat tidak terbatas dari lembaga atau lingkup Kementan," kata Riko.

 

Riko menambahkan, perubahan PUSTAKA menjadi smart library ini juga didasarkan pada pergeseran peran perpustakaan.

 

"Saat ini layanan perpustakaan lebih berdasarkan kebutuhan pengguna, serta perpustakaan tidak hanya berperan sebagai penyedia informasi saja tetapi juga perpustakaan sebagai fasilitator dan katalisator," lanjutnya.